Makalah
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Prof.
DR. Hj. Sri Suhandjati
Di Susun Oleh:
Siti Jamiatun (134111007)
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Kota Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah sebuah
lembah yang tandus. Kondisi alam (geografis) negeri ini berpengaruh besar dalam
membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Mekkah berwatak
buruk dan tidak mampu berpikir secara jernih. Sementara itu, Madinah merupakan
wilayah pertanian subur yang menghasilkan hasil-hasil pertanian melimpah. Suhu
udaranya tidak sepanas di Mekkah. Sebaliknya, masyarakat Madinah berhati
lembut, penuh pertimbangan dan cerdas. Jadi, dakwah Islam lebih mudah diterima
dalam masyarakat yang seperti itu daripada masyarakat kota Mekkah.
Dalam perjalanan sejarah manusia, hampir seluruh nabi yang
diutus Tuhan tidak berkembang di negerinya sendiri bahkan masyarakatnya sendiri
tidak menghormatinya. Demikian halnya dengan perjuangan yang dilakukan Nabi
Muhammad saw. Di Kota Mekkah, masyarakatnya mencaci maki dan memusuhinya,
sebaliknya masyarakat Madinah sangat menanti dan menunggu kedatangan Nabi
Muhammad saw.
Para pemuka dan kalangan bangsawan Quraisy Mekkah merupakan
penentang Islam yang paling gigih. Menurut mereka kebangkitan Islam identik
dengan kehancuran posisi sosial politik mereka. Karena itu, para pembesar
Quraisy secara terang-terangan menentang Islam sejak pertama kali agama itu didakwahkan
Nabi Muhammad saw. Sementara itu, di Madinah tidak terdapat sistem kepemimpinan
bangsawan. Maka dalam lingkungan sosial seperti itu penyebaran Islam lebih
sukses dibandingkan di Kota Mekkah. Dari kenyataan seperti itu, Nabi Muhammad
saw. memiliki kota Madinah sebagai tempat tujuan hijrah.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
hijrahnya Rasulullah saw di Madinah?
2.
Bagaimana
Rasulllah saw membangun masyarakat Islam di Madinah?
3.
Apa
saja perang yang terjadi dalam Islam ketika di Madinah hingga akhirnya
Rasulullah saw wafat?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hijrahnya
Rasulullah saw
Melihat pesatnya dakwah Islam di Yatsrib dan masuk Islamnya suku
Aus dan Khazraj, maka Nabi saw. memerintahkan umatnya untuk berhijrah ke kota itu
secara perorangan atau berkelompok kecil-kecil agar tidak menimbulkan goncangan
bagi masyarakat Quraisy. Walau demikian kaum Quraisy akhirnya mengetahui juga
kapindahan kaum muslimin tersebut. Sedangkan Nabi saw sendiri tidak diketahui
dengan pasti apakah beliau akan hijrah atau tidak sebagaimana ketika kaum Muslimin
hijrah ke Abesinia yang tidak disertai Nabi, dan beliau tetap tinggal di Makkah
sambil menyeru umatnya untuk memeluk agama Islam.
Keadaan itu di khawatirkan oleh Quraisy, jangan-jangan kaum
muslimin akan membalas memboikot mereka bila keadaan di Yatsrib semakin kuat,
atau jalur perdagangan mereka ke Syam diganggu oleh umat Islam bla keadaan kaum
muslimin telah kuat. Apalagi bila Nabi Muhammad ikut hijrah, maka keadaan akan
menjadi gawat bagi Quraisy dengan diangatnya Nabi sebagai pemimpin. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi
mereka kecuali menghabisi riwayat hidup Nabi Muhammad saw.[1]
Sementara itu, Nabi sendiri menunggu perintah hijrah langsung dari
Allah Swt. Pada suatu malam para pemuda Quraisy pilihan itu mengepung rumah
Rasulullah agar mereka dapat membunuhnya bila beliau keluar. Pada malam itulah
Rasulullah diperintahkan untuk hijrah, maka diaturlah siasat, yakni Ali bin Abi
Thalib diperintahkan tidur ditempat tidurnya dengan memakai mantel Nabi yang
hijrah dari Hadramaut. Keadaan itu diketahui pemuda Quraisy yang mengira bahwa
Ali yang masih membujur ditempat tidur Nabi adalah Muhammad sehingga mereka
merasa tenang. Tetapi ketika larut malam Nabi saw. keluar tanpa diketahui oleh
para pemuda yang siap menerkam mangsanya itu dan beliau menuju kerumah Abu
Bakar.
Dari situ Nabi menuju Gua Sur di Selatan Makkah, yang berada disana
tiga hari tanpa banyak diketahui orang kecuali Abdullah ibn Abi Bakar, Aisyah,
dan Asma’serta pembantu mereka ‘Amir ibn Fuhairah. Sedangkan Ali diperintahkan
untuk tinggal beberapa saat di Makkah untuk menyelesaikan amanat yang
dititipkan kepada Nabi Muhammad saw.Dalam perjalannya ini ada beberpa ayat yang
turun kepada Nabi Muhammad saw di masa
Madinah.[2]
B.
Rasulullah
dalam Membangun Masyarakat Islam
Setelah tiba dan diterima peduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi
menjadi pemimpin penduduk kota ini. Babak baru dalam sejarahIslam pun dimulai.
Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, islam merupakan kekuatan
politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun
di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama,
tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul
dua kekuasaan, kekuasaan spritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai
rasul secara otomatis merupkan kepala negara.[3]
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera
meletakan dasar-dasar kehidupan masyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid,
selain untuk tempat salat jga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum
muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah
merundingkan masalah-masalahyang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi
mempersaudarakan antara golongan muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah
ke Madina. Dan Anshor, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut
membantu kaum muhajirintersebut. Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa
terikat dalam suatupersaudaraan dan kekeluargaan. Yang di lakukan Rasulullah
ini berarti menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persaudaraan dengan pihak-pihak lain yang
tidak beragama Islam. Di madinah di samping orang arab Islam, juga terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan oran-orang Arabyang masih menganut agama
nenekmoyang mereka. Agar stablitas masyarakat dapat di wujudkan nabi Muhammad
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.[4]
Dengan terbentuknya negara madinah, Islam makin bertambah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang makkah dan musuh-musuh
Islam lainya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy
berbuat apa saja. Untuk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan,
mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat islam diizinkan perang
dengan dua alasan yaitu: Pertama, untuk mempertahan diri dan melindungi hak miliknya.
Kedua, menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya
dari orang-orang yang menghalanginya.[5]
C.
Perang
dalam Islam di Masa Madinah
Dalam sejarah negara madinah memang banyak terjadi peperangan
sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Perang
pertama yang sangat menentukan masa depan negara Islam ini adalah perang badar,
perang antara kaum musllimi dengan musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan
tahun 2 Hijriyah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak keluar kota membawa
perlengkapan yang sederhana.
Di daerah Badar, kurang lebuih 120 km dari Madinah, pasukan Nabi
bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang.
Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum muslimin keluar
sebagai pemenang. Namun orang-orang Yahudi Madinah tidak senang. Mereka memang
tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan
Nabi.[6]
Perang yang terjadi ketika itu selain perang badar diantaranya
yaitu meliputi Perang Uhud, Perang Khandaq. Kemudian dilanjutkan dengan
Perjanjian Hudaibiyah. Lalu terjadi Perang Mut’ah, masa Pembebasan Makkah,
Perang Hunain dan Taif,dan Perang Tabuk.
D.
Akhir
Hayat Rasulullah saw.
Setelah Makkah dibebaskan dan Saqif pun masuk Islam ditambah dengan
beralihnya kepercayaan suku-suku Arab di Utara ke Islam, maka suku-suku Arab
yang lain berbondong-bondong berdatangan ke Madinah ingin bergabung dengan Nabi
saw. hal itu terjadi tahun ke-9 Hijriyah dan dinamakan ‘Am al-Wufud, tahun delegasi
karena banyaknya delegasi yang datang masuk Islam. Mereka antara lain ialah
delegasi Bani Tamim, Bani ‘Amir, Bani Sa’ad ibn Bakar, Bani Abdul Qais, Bani
Hanifah, Bani Tai, Bani Zabid, Bani Kindah, Bani Hamdan,dan lain-lain.
Dalam tahun ke-10 H. Nabi beserta rombongan yang besar melaksanakan
haji, dan inilah haji yang terakhir bagi beliau yang merupakan haji perpisahan,
haji al-Wada’. Kemudian turun ayat terakhir al-Qur’an Al-Maidah:3. Yang
artinya, pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan ni’mat-Ku
atasmu, dan Aku relakan Islam sebagai agamamu.
Tiga bulan setelah Nabi sawmenjalankan ibadah haji sakitlah beliau,
demam yang sangat panas, dan ditunjukkan Abu Bakar as-Shiddiq sebagai gantinya
dalam mengimami salat. Akhirnya beliaupun wafat dengan tenang pada hari Senin
tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 H. dan dimakamkan diruangan rumahnya sendiri
disamping Masjid Madinah dalam usia 63 tahun. [7]
IV.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Pertumbuhan masyarakat Islam di
Madinah sebagai pancaran langsung dari Islam dan hasil langsung dari pendidikan
Islam yang turun dari sisi Allah SWT dalam bentuk syari’at, aturan, dan
pengarahan yang sejalan dengan tuntutan dan masalah masyarakat yang selalu
muncul dan yang bersumber dari Rasulullah saw dalam bentuk perintah, larangan,
pengarahan, dan nasihat.[8]
Dsamping pendidikan tidak langsung lewat berbagai macam kejadian dan peristiwa.
Semua yang diutarakan diatas adalah pendidikan yang sekaligus merupakan bagian
dari sejarah.
b.
Saran
Demikian makalah yang kami susun.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena
itu, penulis membutuhkan sumbangsih kritik maupun saran yang konstruktif demi
perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
keilmuan an pengetahuan kita. Amin...
DAFTAR PUSTAKA
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan
Arab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Nasution, Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Jakarta: UI Press.
Quthb, Muhammad, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam,
Jakarta: Gema Insani Press.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
[1]
Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hlm.23.
[2]
Ibid, hlm. 24.
[3]
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI
Press, 1985), hlm.101.
[4]
Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2000), hlm.25.
[5]
Ibid, hlm.27.
[6]
Ibid, hlm.27.
[7]
Dr. Ali Mufrodi, opcit, hlm.42-43.
[8]
Muhammad Quthb, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm.125.
0 komentar:
Posting Komentar